Proses pemulihan ekonomi nasional tetap tetap berjalan sampai saat ini. Tak bisa dipungkiri kerugian ekonomi akibat covid-19 sangatlah besar. Dalam paparan Menteri Keuangan Sri Mulyani terhadap Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat bulan April lalu, ia menjelaskan hilangnya nilai estimasi pertumbuhan ekonomi mencapai 8,8% dari PDB Indonesia atau setara dengan 1356 Triliun rupiah.
Akibatnya, APBN menjadi sumber utama untuk mengontrol kebijakan fiscal yang mengalami pembengkakan utang dan keterbatasan area gerak. Relokasi dana APBN untuk PEN tetap meningkat sampai 699,43 Triliun dengan target target membeli negara mencapai 6%.
Walaupun suasana perekonomian berangsur-angsur membaik, setidaknya tetap terdapat sejumlah tantangan besar ekonomi Indonesia pasca pandemi. Vaksinasi yang dipercayai bisa memperlambat laju penyebaran Covid-19 dan menggerakkan roda perekonomian tetap belum beri tambahan efek yang signifikan. Seluruh sektor ekonomi riil belum serta merta ulang terdapatnya layaknya sebelum pandemi.
Peneliti INDEF, Bhima Yudhistira menjelaskan untuk saat ini efek vaksinasi tetap hanyalah euforia sentimen positif di pasar modal saja. Sementara di sektor riil ekonomi belum banyak dampaknya, terlebih untuk menaikkan keyakinan publik dalam berbelanja dan menggerakkan perekonomian.
Perekonomian yang diinginkan dengan adalah yang tidak sekadar pulih namun juga bisa bangkit dan melesat sebagaimana target pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diproyeksikan menyentuh kisaran 6% di 2022 nanti dengan fokus bonus new member menghimpit angka pengangguran serta kemiskinan. Kendati demikian, sebagian hal yang menjadi tantangan ekonomi pasca pandemi mesti selamanya diselesaikan.
Dikutip dari laporan WEF Chief Economist Outlook Emerging Pathways towards a Post-Covid-19 Reset and Recovery edisi Juli 2020, terdapat tiga tantangan utama bagi pemerintah dan pelaku usaha terhadap saat pemulihan ekonomi. Tantangan pertama adalah pembaruan kebijakan ekonomi untuk mengurangi ketimpangan dan melakukan perbaikan mobilitas sosial.
Publik menilai mesti terdapatnya penyesuaian kebijakan ekonomi akibat terbatasnya area gerak kegiatan ekonomi masyarakat. Kemajuan teknologi yang sebelumnya sudah menciptakan jurang pendapatan antar masyarakat, grup menengah kebawah menjadi korban yang paling terdampak ekonomi dan berada di garis ketimpangan pendapatan. Pajak sebagai instrument fiscal tak sekedar APBN haruslah menjadi kapabilitas pemerintah untuk mengoptimalkan distribusi pendapatan.
Tantangan kedua, identifikasi sumber pertumbuhan ekonomi baru. Krisis tidak melulu punyai pandangan negatif berkenaan bagaimana kreativitas bisa tercipta. Guncangan ekonomi yang sedang berjalan bisa menjadi peluang bagi pemerintah dan pelaku usaha untuk mengembangkan sektor ekonomi yang selama ini belum digarap. Pemerintah juga punyai peluang untuk merubah arah kemajuan ekonomi dari segi pengembangan investasi dan inovasi terhadap saat stimulus ekonomi sedang digencarkan saat ini.
Tantangan ketiga, menyelaraskan target-target baru untuk mendorong kinerja ekonomi. Perusahaan mesti menyita peran dalam sistem transisi ekonomi, tidak cuma pemerintah Misalnya, memastikan trick pertumbuhan usaha dengan menggerakkan type yang pertimbangkan segi lingkungan dan inklusivitas.
Penulis berpendapat green economy bisa menjadi rancangan ideal untuk menggaungkan arah pertumbuhan ekonomi pasca pandemi dengan segi ramah lingkungan dan pikirkan bumi. Mengejar target pertumbuhan ekonomi saja tidak cukup. Pemerintah mesti membayangkan target perbaikan kinerja ekonomi yang meliputi kesejahteraan dan ketahanan.
Pengawalan reformasi birokrasi dalam upaya realisasi anggaran PEN mesti menjadi prioritas evaluasi kinerja agar tantangan ekonomi ini terselesaikan seiring peluang yang timbul dari Kedatangan pandemi. Bangkitkan ekonomi Indonesia untuk rakyat yang bahagia.